Tak banyak kota yang memiliki keberagaman budaya lokal, khususnya
terkait budaya sungai. Di Pulau Kalimantan atau yang lebih dikenal oleh
dunia sebagai Borneo ada sebuah kota yang sangat kental dengan unsur
sungai nya. Apalagi kalau bukan Banjarmasin di Kalimantan Selatan.
Banjarmasin adalah kota yang kental sekali terhadap sesuatu hal berbau
sungai. Kota ini bahkan dijuluki sebagai Kota Seribu Sungai, karena
saking banyaknya sungai di wilayahnya. Baik sungai berukuran kecil
hingga besar. Diantara sekian banyak sungai, tampaknya Sungai Barito dan
Sungai Martapura lah yang paling banyak dikenal.
Keunikan Sungai Barito dan Sungai Martapura adalah karena keduanya
terdapat pasar terapung.
Sebuah pasar tradisional yang lokasinya berada di atas sungai. Pasar ini
mengapung diatas permukaan sungai. Masing-masing pedagang maupun
pembeli memanfaatkan sebuah sampan kecil untuk melakukan kegiatan jual
beli di sungai. Suku Banjar yang mendiami daratan Banjarmasin dan
sekitarnya menyebut sampan dengan jukung.
Saya sebagai warga Kalimantan tentu sering sekali berkunjung ke lokasi
pasar-pasar unik tersebut. Terutama berkunjung ke Pasar Terapung Lok
Baintan. Budaya yang unik tersebut seakan-akan menjadi magnet yang
sering membuat saya rela bangun pagi untuk berkunjung ke lokasi pasar
terapung tersebut.
Di Sungai Barito, pasar terapung bernama Pasar Terapung Kuin. Lokasi nya
berada di sekitar desa Kuin, sebuah perkampungan suku Banjar di tepian
Sungai Barito. Warga Kuin sejak ratusan tahun lalu memiliki
ketergantungan terhadap keberadaan Sungai Barito yang membentang di
depan perkampungan tersebut. Banyak hal yang bisa mereka lakukan di
sungai, mulai dari mandi, memancing, alat transportasi hingga berdagang
pun dilakukan di sungai. Tak heran sampan pun mereka bawa ke sungai,
dengan berbagai macam barang dagangan. Umum nya yang dijual adalah sayur
mayur, buah, ikan segar, kue khas Banjar, hingga deterjen dan kebutuhan
rumah tangga lain nya.
Budaya tersebut lestari hingga sekarang ini. Mereka berjualan ketika
banyak warga lain masih terlelap tidur. Tepat setelah sholat shubuh,
masing-masing pedagang akan bergegas mengayuh sampan menuju lokasi
berjualan. Sayur dan buah yang masih segar mereka jajakan disana.
Berharap pundi-pundi rupiah bisa mengalir lancar, seperti aliran sungai
dibawah sampan. Mereka berjualan sejak shubuh hingga sekitar pukul 8
pagi.
Banyak wisatawan yang bertandang ke Banjarmasin tidak melewatkan begitu
saja untuk menjenguk pasar unik tersebut. Umum nya wisatawan akan
menyewa kapal/klotok untuk menuju Pasar Terapung Kuin. Harga sewa biasa
nya berkisar Rp 200 ribu untuk pergi pulang.
Lokasi lain nya ada di desa Lok Baintan, Sungai Martapura. Pasar
terapung di desa ini cenderung lebih ramai pedagang nya. Dan suasana nya
lebih tradisional dan alami. Tak heran banyak wisatawan asing yang
lebih memilih berkunjung ke Pasar Terapung Lok Baintan. Perbedaan
lainnya adalah jadwal buka pasar yang lebih lama, yakni dari pukul 06.30
pagi hingga 09.00 pagi. Jarak tempuh menggunakan klotok dari pusat kota
adalah sekitar 1 jam perjalanan. Dengan menyusuri Sungai Martapura.
Sebagian besar dagangan yang dijual di Pasar Terapung Lok Baintan adalah
mirip dengan yang dijual di Pasar Terapung Kuin. Namun jualan di Pasar
Terapung Lok Baintan lebih beragam. Umum nya hasil kebun warga desa Lok
Baintan seperti jeruk Banjar, mangga, pisang, daun singkong, dan sebagai
nya. Bahkan ada pedagang kue terang bulan atau martabak manis yang
berjualan disampan lengkap dengan alat memasaknya. Sangat unik sekali,
dimana pengunjung bisa melihat proses memasak kue terang bulan yang
dilakukan di atas sampan kecil.
Pedagang di Kuin maupun Lok Baintan memiliki persamaan lainnya, yakni
penggunaan topi caping. Warga Banjar menyebutnya tanggui. Sebuah penutup
kepala yang mirip tudung nasi, yang terbuat dari daun kelapa kering
yang dirangkai hingga membentuk lingkaran menyerupai topi. Persamaan
lain adalah sebagian pedagang nya menggunakan bedak tradisional yang
terbuat dari beras. Bedak tersebut bernama pupur dingin, sebuah metode
tradisional suku Banjar dalam menangkal panas matahari. Pupur dingin itu
dioleskan pada bagian wajah. Jika sudah mongering, warna nya akan
menjadi putih. Sehingga bagi si pemakainya, akan seperti mengenakan
masker kecantikan pada wanita di perkotaan.
Di Lok Baintan ada keunikan yang tak dimiliki oleh Kuin, yakni sistem
barter. Sebagian pedangan dan pembeli tidak memberlakukan mata uang
rupiah, namun mereka cukup saling menukarkan kebutuhan dengan barang
lain yang telah disepakati bersama. Misal menukarkan buah pisang dengan
sayur daun singkong. Disini sangat diperlukan keikhlasan dan kesepakatan
bersama.
Akses menuju Pasar Terapung sangatlah mudah. Cukup menghubungi penyewaan
klotok saja. Biaya sewa hanya Rp 200.000 saja untuk pergi pulang. Rute
bisa dimulai dari dermaga Korem di dekat Masjid Raya Sabilal Muhtadin
atau bisa juga melalui dermaga Soto Banjar Bang Amat di Benua Anyar.
Menyusuri Sungai Martapura sangatlah unik. Saya bisa menyaksikan
kehidupan suku Banjar di sepanjang aliran sungai nya.
Semoga pasar terapung baik di Kuin Sungai Barito maupun Lok Baintan di
Sungai Martapura tetap lestari. Tak kalah bertarung dengan serbuan
modernisasi perkotaan yang melanda Banjarmasin. Karea pasar terapung
inilah ebagai potret otentik Kalimantan Selatan, khusus nya Banjarmasin.
Pamornya sudah lama menembus hingga ke benua Eropa dan Amerika. Sebuah
warisan budaya sungai yang masih lestari hingga saat ini. Warisan yang
sangat unik dan langka, yang ada di Indonesia.
maaf jika kalau postingan saya ini kurang menarik, dan tidak ada memuat foto saya sendiri. ini saya cuma menjelaskan bagaimana pasar terapung di kalimantan selatan yang pernah saya kunjungi. foto foto ini saya ambil ketika saya masih sekolah di MAN kelua banjarmasin.